Kepergian AKP (Anumerta) Lusiyanto meninggalkan luka yang tak mudah disembuhkan, bukan hanya bagi keluarga, tapi juga bagi masyarakat yang mengenalnya sebagai pribadi sederhana dan bersahaja. Ia adalah satu dari tiga anggota Polsek Negara Batin yang tewas ditembak oleh dua prajurit TNI AD saat melakukan penggerebekan arena judi sabung ayam di Kabupaten Way Kanan, Maret lalu.
Di tengah kontroversi persidangan yang masih berlangsung, warga menolak lupa akan sosok Lusiyanto — polisi yang tak sekadar menjalankan tugas, tapi juga menanamkan nilai keteladanan dalam keseharian.
“Rumahnya sangat sederhana, motornya juga motor lama. Tapi beliau selalu rendah hati dan dekat dengan warga,” kenang Wati, tetangga almarhum, di Bandarlampung, Selasa (1/7).
Tinggal di Rumah Sederhana, Aktif di Masjid
Kehidupan Lusiyanto mencerminkan prinsip hidup yang tak terpengaruh pangkat. Ia tinggal di gang kecil, rumahnya belum diplester sepenuhnya, dengan pagar bambu yang usang. Namun dari balik kesederhanaan itu, tersimpan pribadi yang taat beribadah, rajin ke masjid, dan senantiasa menjaga hubungan baik dengan masyarakat.
“Beliau polisi yang langka. Tetap rendah hati walau sudah jadi perwira,” ujar Romly, warga lain.
Warga mengenal Lusiyanto bukan hanya karena seragam yang ia kenakan, tapi karena sikap tulusnya dalam membantu, memberi tanpa pamrih, dan menjalankan tugas tanpa memperlihatkan arogansi.
Tuduhan Setoran Judi, Warga: Fitnah yang Menyakiti
Sejak kasus penembakan ini mengemuka, sejumlah terdakwa menyebut adanya koordinasi dan setoran kepada Kapolsek terkait operasional sabung ayam ilegal. Namun warga yang mengenal dekat menilai tuduhan tersebut tidak masuk akal dan merupakan bentuk upaya pembelaan diri.
“Saya tidak percaya. Almarhum itu jauh dari hal-hal begitu. Orangnya taat, tidak neko-neko. Kalau dibilang ada masalah setoran judi, itu tidak masuk akal,” tegas Wati.
Romly menambahkan, tuduhan itu bukan hanya mencoreng nama baik Lusiyanto, tapi juga menyakiti hati keluarganya yang sedang berduka.
“Sudah ditinggal suami dan ayah, malah difitnah. Datang saja ke rumahnya, biar tahu hidupnya seperti apa,” ucapnya geram.
Dari OKU Timur ke Negara Batin, Mengabdi Tanpa Cela
AKP Lusiyanto lahir di OKU Timur, Sumatera Selatan, 5 Juni 1972. Ia merupakan anak bungsu yang menempuh pendidikan di Sekolah Bintara Polri dan lulus pada 1993. Kariernya dimulai dari Polsek Lampung Barat, lalu Kota Agung dan Pringsewu. Pada 2018, ia menjabat sebagai perwira pertama di Polsek Semangka dan kemudian dipercaya menjadi Kapolsek di Tanggamus (2023), lalu Negara Batin (2024).
Sosoknya yang santun dan amanah membuatnya dihormati rekan dan warga. Meski berpangkat, Lusiyanto lebih dikenal lewat akhlaknya daripada jabatannya.
Warisan Teladan
Kini, Lusiyanto telah tiada. Ia meninggalkan istri tercinta, Samsiatun, dan seorang putri yang masih berkuliah. Namun warisan nilai-nilai hidup yang ia tanamkan tetap hidup di hati banyak orang: integritas, kesederhanaan, dan ketulusan dalam bertugas.